Dibuang Sayang Dari Amsterdam dan Berlin

Masih seputar perjalan saya mengikuti Mesake Bangsaku World Tour nya Pandji edisi Amsterdam dan Berlin 2 minggu yang lalu. Banyak hal-hal menarik yang saya amati dan alami selama tour namun belum saya bahas ditulisan sebelumnya. Selama berada di Amsterdam dan Berlin, hampir selalu kami menggunakan transportasi publiknya sehingga dapat mengamati secara langsung kondisi sosialnya. Ini yang saya suka dari sebuah perjalanan bukan cuma buat nambahin koleksi profil picture atau avatar doang h :p. Selain itu kami banyak bertemu dan berbagi cerita dengan teman-teman warga Indonesia yang bermukim disana. Berikut beberapa cerita yang sayang untuk dilewatkan…

  • Buat anda penggemar teh terutama green tea siap-siap gigit jari deh disana. Di Amsterdam dan Berlin teh utamanya green tea kurang digemari. Bahkan digerai Starbucks menu green tea frapucino tidak tersedia, begitu juga dikebanyakan restoran dan kafe. Sekalinya saya minum teh yaitu di Berlin direstoran Turki Persia saat makan Kubideh dan IKEA Amsterdam. Di 2 tempat tadi minum tehnya all you can drink tapi tetep ga nemu yang namanya green tea.
  • Bukan hal yang mengejutkan kalau saya bilang lalu lintas di Amsterdam dan Berlin sangat tertib. Tipikal negara maju karena tranportasi publiknya sudah sangat nyaman dan tingkat kesadaran masyarakatnya sudah tinggi. Baik di Berlin maupun Amsterdam saat menggunakan keretanya, saya dan teman-teman tidak pernah menemui pemeriksaan tiket, stasiun Berlin tidak menggunakan barrier gate sedangkan Amsterdam ada barrier gate tapi ga aktif karena selalu terbuka. Kalau disini udah pada nembak karcis deh tuh. Yang menjadi raja jalanan di 2 kota tadi adalah pesepeda diikuti pejalan kaki, pengendara mobil dan motor minggir dulu deh. Jadi saat kita akan menyeberang jalan yang perlu kita waspadai justru pesepedanya dari pada mobil dan motor. Bahkan di Leiden saya tidak menemui zebracross yang dilengkapi traffic light. Jadi kalau ada pejalan kaki mau nyeberang jalan, otomatis pengendara mobil dan motor berhenti mempersilahkan pejalan kaki tadi dan ga pake diklakson segala.. Sabar banget.. Tetapi 4 kali naik taksi dan mobil selama di Amsterdam dan Berlin saya pusing (hampir mabok) saat berkendara didalam kota. Mungkin karena tertibnya jadi saat lampu hijau ga perlu toleh kanan-kiri dan langsung geber aja, jadi gaya berkendara orang-orangnya cenderung kasar dan bikin mual.. Gimana kalo yang nyupirin Jason Statham?? X_x
  • Selain ke Amsterdam saat di Belanda kami sempat mampir ke Leiden, sebuah kota di provinsi Zuid Holland. Kota yang berpenduduk hampir 120.000 jiwa ini sangat statis, dari medio tahun 1960an tidak banyak perubahan berarti dari kota ini. Hal ini dikarenakan pemerintah kota Leiden sangat concern memelihara gedung-gedung dan bangunan tua yang ada disana. Bahkan untuk merubah atau menambah sedikit detail sebuah gedung saja harus mendapatkan izin dari pemerintah kota dan dikenakan pajak yang tinggi. Nah loh…
  • Sangat banyak mahasiswa asal Indonesia yang menempuh pendidikan di Universitas Leiden. Ternyata memang dari zaman dulu universitas ini memang menjadi tujuan pelajar asal Indonesia menuntut ilmu. Tercatat Sultan Hamengku Buwono IX dan Achmad Subarjo adalah alumnus universitas ini. Universitas Leiden juga berencana untuk membuka The Asian Library terbesar didunia dimana 50% isinya berisi catatan sejarah tentang Indonesia. Ga heran karena pada masa penjajahan dulu banyak manuskrip, babad dan catatan sejarah lainnya yang dibawa ke Negeri Belanda. Konon foto-foto pahlawan yang sekarang kita kenal berasal dari sana. Yang menarik dosen-dosen sejarah disana beranggapan Indonesia dapat berada diposisi sekarang justru karena pernah dijajah oleh Belanda, kontradiktif dengan kita yang beranggapan sebaliknya.
    hoesin

    Mahasiswa Indonesia peraih Ph.D pertama di Universitas Leiden

    Oh ya, ada yang pernah mendengar nama Hoesein Djajadiningrat?? Taruhan € 5 sen pasti kebanyakan ga ada yang tahu siapa beliau. Beliau adalah mahasiswa Indonesia pertama yang meraih gelar Ph.D di Universitas Leiden. Sampai dibikinin patungnya segala bahkan. Pada masa pergerakan nasional dulu, beliau termasuk sosok yang kontroversial tapi jangan samain dengan tokoh kontroversial zaman sekarang macam Syahrini atau Depe… Puueeeehh!!

  • Ditulisan sebelumnya saya pernah mengatakan karakter teman-teman mahasiswa di Berlin dan Amsterdam berbeda. Teman-teman di Berlin rata-rata mereka mengikuti program kuliah di Jerman melalui agen di dalam negeri. Tetapi ini juga ternyata tidak mudah, sebelum memulai kuliah mereka harus mengikuti program dari foundation terlebih dahulu selama 1 tahun termasuk didalamnya kursus bahasa Jerman karena perkuliahan disana menggunakan bahasa Jerman sebagai bahasa pengantarnya. Setelah 1 tahun mengikuti program dan dinyatakan lulus baru mereka boleh mengikuti tes masuk universitas-universitas negeri di Jerman. Kalau gagal mereka berhak ikut ujian sekali lagi dan apabila masih gagal maka mau ga mau harus pulang ke Indonesia. Karena pendidikan di Jerman gratis sampai jenjang tertinggi maka begitu lulus S1 mereka bisa melanjutkan kejenjang selanjutnya tanpa perlu tes lagi. Kapan ya Indonesia bisa begitu…
  • Kebanyakan orang akan berpikir tentang sex tour begitu mendengar Red Light Distric Amsterdam yang kesohor itu. Ga salah sih, memang banyak banget ragam wahananya (Dufan kalii ah pake wahana segala)dari mulai museum sex, peep show seharga mulai dari €2, live sex show yang €50 keatas sampai layanan “dine in”. Atau kalau mau cuma sekerdar window shopping juga boleh asal ga ngambil foto, atau kalo iseng mau coba didatengin bodyguard segede buldoser sih boleh ada coba-coba ngambil foto :D. Red Light Distic sendiri menurut saya adalah melting pot yang sesungguhnya karena semua ras tersedia disini hehehee.. Peep show merupakan wahana yang paling affordalble karena cuma seharga €2 untuk durasi 1,5 menit. Apa itu peep show?? Ya peep sendiri artinya mengintip tapi ini kita ngintip dari bilik dengan jendela kaca seukuran 30 x 20 cm. Apa yang diintip?? Ya apalagi, udah dijelas Red Light Distric . Yang paling menariknya dari peep show ini, kita bisa melihat tampang-tampang orang dari bilik lain karena saling berhadapan.. hahahhaa… Saya lebih tertarik memperhatikan ekpresi unik orang-orang yang sedang menyaksikan ”pertunjukan” yang diintip X)).
  • Selain sex tour yang otentikl dari Red Light Distric adalah space cake, yaitu brownies dengan campuran mariyuana. 1 porsi space cake mengandung 2 gram mariyuana, maakjleeeb ga tuh :D. Di Amsterdam rata-rata coffee shopnya menyediakan “menu” mariyuana. Tapi cuma di Red Light Distric sepertinya tersedia space cak, brand brownies ini yang terkenal Buldog (kalau disini kaya Kartikasari lah ya hehehe..), mereknya aja udah sangar. Di distrik ini juga orang-orang bisa giting dengan santai di coffee shop Tapi herannya bule-bule disana gitingnya anteng aja gitu banyakan bengong kaya orang bego malah, ga ada yang pada cekikikan dan becanda ga jelas gitu sama temen-temennya. Lebih rusuh bule yang mabok alkohol.
  • Di Berlin kalau kita naik U Bahn atau S Bahn malam-malam jangan heran kalau banyak ketemu orang dengan aroma alkohol dan nenteng botol bir. Karena minum bir udah menjadi semacam budaya buat mereka. Di kantor teman yang Berlin malah untuk softdrink dan mineral waternya disediain vending machine dan harus bayar. Tapi untuk bir, gratis sepuasnya. Save water, drink beer!! Tapi walaupun begitu jarang terjadi rusuh. Polisi pun banyak yang patroli menjaga keamanan. Di Rembrandtplein Amsterdam malah saya melihat polisi yang lagi patroli cool aja gitu diceng-cengin orang mabok tapi tetep waspada hahahaa… Coba kalo di Indonesia apa ga rame tuh jadinya. Contoh polisi yang mengayomi masyarakat, mungkin pikirnya ngapain ngeladein orang mabok toh ga sampe ngeganggu ketertiban umum ini.
  • Pengen punya mobil di Amsterdam?? Siap-siap bayar parkir setara Rp 75.000/jam hehehee.. Pertama liat mobil parkir di Amsterdam dan Berlin saya sempet heran karena rata-rata parkir paralelnya ga rapih dan maksa. Stir ga dilurusin (baru belajar nih pasti), trus ga pas lurus, posisi mobil kadang agak miring jadi bemper belakang masih nongol kearah jalan (ada akun twitter @parkirlubangsat versi Belanda atau Jerman ga ya?? :D). Kita juga bakal banyak nemuin mobil listrik yang lagi dicharge power bank dipinggir jalan. Kebayang ga segede apa ituvpower bank.
    charger

    power bank mobil listrik

    parkir miring

    cc @parkirlubangsat

  • Kalo lagi kena cuaca dingin diluar negeri pasti otomatis kita bakal kangen sama yang namanya Indomie rebus. Ga susah sih nyari produk Indomie di Eropa. Rata-rata di supermarket asia banyak tersedia. Tapi kok ga seenak Indomie rebus di Indonesia ya?? Gurihnya beda.. Sepertinya produk Indomie yang diimpor disana mengalami down grade dari yang dijual didalam negeri. Mungkin karena persyaratan yang ketat sehingga perasa (MSG) dikurangin jadi gurihnya berkurang, yaaah ga asyiiik L . Mungkin sama kaya cokelat yang dijual di Eropa dan di Jakarta. Cokelat yang dijual di Jakarta ga seenak cokelat yang kita beli di Eropa. Teori saya cokelat yang dijual yang di Jakarta dibuat sedemikian rupa supaya tahan dengan suhu ruangan disini yang rata-rata hampir 30⁰C, bandingkan dengan Eropa yang rata-rata suhu ruangannya belasan derajat celcius. Jadi mungkin komposisi cokelat dan susunya berbeda yang menyebabkan kualitasnya menurun atau down grade kaya Indomie tadi.
  • Saat berpergian keluar negeri salah 1 alat yang biasanya kita persiapkan adalah international converter/adaptor plug kit karena biasanya colokan listrik yang ada diluar negeri berbeda dengan yang ada disini. Singapur aja beda, apalagi Eropa. Tapi ternyata di Belanda dan Jerman steker atau colokan listrik yang digunakan sama persis dengan yang digunakan di Indonesia. Jadi kita ga perlu bawa converter atau adaptor plug kit.
  • Ditulisan saya sebelumnya tentang MBWT, anda pasti banyak membaca serba perang dunia ditempat-tempat yang saya kunjungi selama di Berlin. Bukan kebetulan tetapi memang kota Berlin pada masa perang dunia baik I dan II menjadi salah satu pusat pertempurannya. Jadi memang kebanyakan landmark kota Berlin pasti ala-ala perang dunia.
  • Di Berlin saya sering menjumpai kloset duduk jadul yang dulu sering saya jumpai dirumah dinas orang tua saya yang rata-rata bekas peninggalan Belanda. Kloset duduk ini memiliki postur fisik yang berbeda dibagian atasnya. Jadi bentuknya ga landai tapi seperti bentuk air terjun niagara yang ada penampang \ ratanya untuk penampungan sebelum memasuki area leher angsanya. Susah deh jelasinnya hehehe.. Jadi kalau kita pup, sebelom ngflush kita bisa melihat secara utuh tampilan feses yang kita produksi :D. Jangan-jangan kloset-kloset ini peninggalan perang dunia juga… :))
  • Banyak yang bilang belanja merek-merek tertentu di Eropa lebih murah dari pada di dalam negeri. Kalau menurut saya sih dalam keadaan normal sama aja. Malah cenderung sedikit lebih mahal disana. Cuma dari yang saya liat di Amsterdam dan Berlin gerai-gerai merk seperti H & M, Zara, Uniqlo, Adida, Nike sampai Louis Vuitton sering bikin promo sale yang beneran ngasih diskon. Jadi ga kaya disini yang sering masang embel-embel sale dan diskon tapi harga sudah dinaikin terlebih dahulu. Jadi kalau mau shopping lebih baik jangan liat mereknya dulu tapi liat promo sale nya aja dulu mana yang paling gede. Hehehee…
  • Mana yang lebih mahal biaya hidupnya antara Berlin dan Amsterdam?? Kalau yang saya amati dari 2 faktor yaitu biaya transport dan makan, Amsterdam jawabannya. Perbandingannya begini, di Berlin moda transportasi publiknya ada 4 yaitu U Bahn (kereta bawah tanah), S Bahn (kereta yang diatas permukaan tanah), Trem dan Bus tersedia tiket perhari sampai pukul 24.00 seharga €16 untuk 5 orang yang dapat digunakan disemua moda transportasi. Sedangkan di Amsterdam moda transportasi umumya adalah trem, bus dan metro. Tiketnya dijual perjam seharga €2,80 sampai 48 jam seharga €12 yang berlaku dari pertama kali kita melakukan tap. Kalau dari biaya untuk makan perbandingannya menu kebab dan donner di Berlin rata-rata €3,5 – €6 sedang di Amsterdam €4,5 – €7,5. Baik di Berlin maupun Amsterdam kami sempat singgah direstoran masakan Indonesia perbandingannya rata-rata menu maincourse masakan Indonesia di Berlin €8 – €10 sedangkan di Amsterdam €10 – €12.
  • Karena banyak penggunanya harga sepeda di Berlin dan Amsterdam menjadi sangat mahal. Jangan samakan dengan sepeda komunitas fun bike di Jakarta, sepeda yang banyak lalu lalang disana rata-rata model sepeda ontel jadul. Begitu pun harganya sangat mahal, ditoko sepeda bekas di Leiden harga sepeda ontel bekas termurah yang saya lihat € Tingkat pencurian sepeda pun cukup tinggi.. Curansep dong ya :D.. Di Amsterdam ada parkiran sepeda terbesar di dunia yang dibangun 3 lantai.

    parkir sepeda

    parkiran sepeda Universteit Van Amsterdam

  • Begitu kita mendarat di Schipol International Airport jangan heran kalau melihat poster dibeberapa toko dengan tulisan GRATIS atau KORTING. Karena memang banyak bahasa Indonesia yang serapan dari bahasa Belanda. Dan kalau anda sedang berada di Leiden atau Den Haag berhati-hati kalau ngomelin bule pake bahasa Indoneisa karena di 2 kota tersebut banyak juga orang lokal yang bisa berbahasa Indonesia.
  • Diperjalanan kembali menuju Amsterdam dari Leiden, di stasiun kereta Leiden kami dihampiri seorang bapak-bapak berusia 83 tahun. Ternyata beliau adalah seorang mantan anggota LEKRA (Lembaga Kebudajaan Rakjat) yang diusir dari Indonesia. LEKRA adalah sebuah organisasi kebudayaan yang mendapat cap sebagai organisasi sayap kiri karena merupakan organ kebudayaan dibawah naungan PKI. LEKRA dibubarkan berdasarkan Ketetapan MPRS XXV/MPRS/1966 dan anggotanya banyak yang melarikan ke luar negeri, Bapak tadi salah satunya. Sudah hampir 50 tahun beliau diusir dari tanah kelahirannya. Saat bergabung dengan LEKRA beliau hanyalah seorang pelajar yang mencintai seni. Bahkan saat Pandji bertanya apakah beliau ingin pulang ke Indonesia, dengan mata berkaca beliau menjawab “Sampai detik ini kalau ada yang bertanya, saya akan lantang menjawab saya orang Indonesia. Walaupun sudah 50 tahun saya meninggalkan negeri tempat saya lahir dan tidak bisa pulang, perasaan cinta saya tidak pernah luntur.” Nyeeesssssss…. Bahkan sampai saat ini beliau mengaku masih terus mengikuti perkembangan di Indonesia melalui internet. Well, beliau bukanlah satu-satunya yang mengalami nasib seperti itu dan sampai hari ini hal tersebut masih menjadi pro dan kontra di Indonesia sendiri. Entahlah tapi mendengar jawabannya tadi ada rasa getir yang saya rasakan.
  • Seperti saya ceritakan diatas, selama tour MBWT Berlin dan Amsterdam kami sempat mampir dibeberapa restoran masakan Indonesia. Ternyata masakan Indonesia lumayan digemarin disana. Saat mampir direstoran Nusantara Berlin dan Java Kitchen milik om Heidar (Omnya Trisya ibu kost kami) saya melihat restoran ini pun cukup ramai didatangi orang-orang lokal. Dari segi rasa memang ada sedikit perbedaan karena beberapa bumbu yang sulit didapat. Tapi dari segi ukuran, ini yang bikin beda. Porsinya sudah menyesuaikan dengan selera bule, jumboooo. Contohnya porsi tongseng di restoran Nusantara Berlin, potongan daging kambingnya sekepalan tangan anak-anak dan banyak pula.. hehehee…
  • Saat berpencar di kalverstraat Amsterdam, karena udara yang sangat dingin saya dan beberapa teman-teman tim MBWT masuk kesebuah hotel bintang 5 bernama Hotel Krasnapolsky diarea Dam Square untuk numpang “berteduh”. Tadinya saya ragu diusir security tapi ternyata engga tuh. Bahkan sempat berpapasan dengan beberapa staf hotel dan mereka tetap ramah padahal ketara banget sih kami bukan tamu hotel. Coba kalau di Jakarta, pasti sudah disamperin satpam hotel duluan.
  • Bahasa Inggris lebih banyak digunakan di Amsterdam dibandingkan di Berlin. Saat di Berlin untuk memesan makanan saja kami harus dibantu Ican atau dengan bantuan touchscreen (nunjuk-nunjuk gambar di daftar menu). Di Berlin malah cuma ada 1 bioskop berbahasa Inggris yaitu di Sony Center. Di Amsterdam sendiri film-film yang diputar kalah update dengan bioskop di Jakarta. Saat tour MBWT ini berlangsung film yang baru turun layar disana adalah The Guardian of The Galaxy.

    sony center

    The one & only… Bioskop berbahasa Inggris di Berlin

  • Indonesia ternyata cukup familiar direstoran Turki. Entah karena keindahan alamnya, negara muslim terbesar atau karena memang banyak mahasiswa Indonesia yang jadi pelanggannya. Beberapa kali saya ditanya asal negara oleh pelayan direstoran Turki dan begitu saya jawab Indonesia reaksi mereka adalah mengucapkan “terima kasih”, mengatakan menyukai Indonesia dan mengatakan kalau negara kita sangat indah. Lucunya begitu saya tanya pernah datang ke Indonesia, mereka menjawab hanya tahu Bali dari internet. Yaelaaah…. Waktu makan disebuah restoran fried chicken ala Turki di Leiden kami diberikan gratis french fries dengan modal assalamualaikum. Alhamdulillah, rejeki anak soleh…. J
  • Walaupun saat kami datang di Berlin dan Amsterdam sedang musim gugur dan udara sangat dingin tetapi lumayan susah nyari minuman yang ga dingin. Rata – rata restoran menyediakan paket makan dengan minuman yang dingin. Jajan di Starbucks pun jarang yang pesen minuman panas. Edanlah pokoknya mah orang-orang sana.. Saat keluar makan malam di Berlin kami bertemu dengan orang yang dengan santainya cuma menggunakan T Shirt dan jeans, padahal suhunya 2⁰C, kami yang sudah pakai pakaian berlapis saja masih tetap menggigil. Gimana nih orang kalau ke Bekasi ya?? Pasti gaa bakal kuat dia ketemu 40⁰.
  • Jangan lupa selalu bawa sambal sachet, karena di Eropa akan sulit sekali menemukan sambel. Adanya saos paprika, tomat dan mayonise, mana enaak…!! L dibeberapa restoran tersedia saos sambal tapi harus beli. 1 lagi, kalau anda makan di restoran fast food atau food court jangan tinggalkan sampah bekas makan diatas meja, bisa-bisa anda diomelin sama petugas kebersihannya. Yup! Kita harus beresin dan buang sampah bekas makan kita sendiri ke tempat sampah yang disediakan.. 😀

MBWT : Sebuah Perjalanan Yang Berdampak

Hampir 12.000 km, itulah jarak yang terbentang antara Jakarta (CGK) dan Amsteram (AMS), atau setara dengan 13 jam perjalanan udara dengan menggunakan Garuda Indonesia sebagai satu-satunya maskapai penerbangan yang memiliki non stop flight dari Jakarta ke Eropa, tepatnya Amsterdam. Ya, mulai 30 Mei 2014 Garuda Indonesia kembali membuka rute Soekarno Hatta – Schipol kali ini dengan non stop flight. Rute baru ini menghemat 4 jam perjalanan dari rute sebelumnya yang transit via Abu Dhabi. Penerbangan non stop ini terealisasi setelah Garuda tergabung dalam aliansi penerbangan global Sky Team yang merupakan upaya untuk menghadirkan seamless connectivity (konektivitas tanpa batas) kepada para pengguna jasa penerbangan ke Eropa.

Hari itu pun tiba, setelah memenangkan lomba menulis blog Garuda Indonesia dalam rangka Mesake Bangsaku World Tour pada bulan April, akhirnya saya berangkat bersama tim MBWT ke Amsterdam dan Berlin. Kami berangkat dengan GA 088 menuju Amsterdam. Untuk pelayanan sepanjang penerbangan, Garuda Indonesia sebagai peraih penghargaan The World’s Best Cabin Crew dan The World’s Best Economy Class tidak perlu saya ceritakan panjang lebar lagi disini, rasanya 2 penghargaan tadi sudah cukup dapat menjelaskan pelayanan dan fasilitas seperti apa yang saya dapatkan selama penerbangan. Atau simplenya seperti ini, rasakan kembali pengalaman terbang yang pernah anda alami dan bayangkan anda mendapatkan kembali pengalaman tersebut dengan versi yang terbaik di dunia, itulah Garuda Indonesia. Oh iya, Garuda Indonesia juga merupakan maskapai dengan layanan unlimited beverages lho.. Selain itu selama penerbangan kita bisa ngcharge gadget dan ada layanan wifii on board juga. Aman deh… 😀

Tepat pukul 00.30 GA 088 take off dari Bandara Internasional Soekarno Hatta. Kali tim MBWT yang berangkat ada 8 orang yaitu Pandji (tentu saja), Awwe opener MBWT edisi Amsterdam & Berlin, Zaindra, Ben, Danis, Pio, saya sendiri dan special guest Gamila istri Pandji. Suhu di darat 10⁰C saat kami mendarat di Schipol. Begitu keluar dari terminal kedatangan kami langsung disambut oleh teman-teman PPI Amsterdam. Ada Saka, Reni, Iyan dan Tya juga Kenneth local staff Garuda Indonesia Amsterdam yang walaupun “bule” tapi memiliki keramahan ala-ala Indonesia. Kami pun dibawa mampir ke kantor Garuda Indonesia di Amsterdam yang terletak di World Trade Center Schipol untuk numpang rehat sejenak. Disana kami ditemui oleh Bapak Dian Ediono selaku General Manager for The Netherland (yang ternyata followernya Pandji guys), beliau banyak bercerita visi dan misi Garuda Indonesia kedepan, terutama setelah Garuda Indonesia menjadikan Amsterdam sebagai hub penerbangan ke Eropa. Yang menarik ternyata Garuda Indonesia Amsterdam dan teman-teman PPI Amsterdam memiliki hubungan yang sangat baik dan saling mendukung dalam mempromosikan Indonesia khususnya di Belanda.

garuda ams

Tim MBWT bersama Bapak Dian Ediono

Karena malamnya harus melanjutkan perjalanan ke Berlin, maka setelah singgah dari kantor Garuda kami melanjutkan perjalanan ke Amsterdam untuk melihat venue tempat acara dan menitipkan barang-barang sambil bersiap melanjutkan perjalanan di apartemen Trisya yang akan menjadi ibu kost kami selama di Amsterdam.

centraal

Amsterdam Centraal

crea

Bangunan paling kiri adalah Crea, venue MBWT Amsterdam

crea2

on location

straat

Jalanan menuju apartemen Trisya dan Icha tempat kami menginap

Jam 22.50 kami mendarat di Schoenefeld Airport Berlin, begitu keluar dari pesawat wajah saya langsung ditampar oleh dinginnya udara Berlin. Begitu saya cek aplikasi AccuWeather malam itu suhu di Berlin 2⁰C dengan kecepatan angin 20 kph pantas saja dinginnya sampai menusuk ke tulang hehehe… Kami dijemput Sugih dan Wonni dari PPI Jerman untuk diantar ke apartemen ketempat kami menginap. Sempat bertukar kereta beberapa kali, sepanjang perjalanan saya melihat suasana yang berbeda dari Amsterdam yang sangat rapih & modern. Dibeberapa stasiun kereta saya melihat kondisi yang tidak jauh berbeda dari stasiun kereta yang ada di Jakarta, tetapi dibeberapa stasiun berikutnya kesan tersebut hilang. Ternyata itu adalah jejak peninggalan tembok Berlin yang sudah runtuh sejak tahun 1990, sampai saat ini kita masih dapat merasakan sedikit perbedaan antara eks Jerman Barat dan Jerman Timur.

Dihajar suhu rendah dan angin kota Berlin kami pun kelaparan, begitu check in di apartemen kami langsung keluar untuk late dinner. Kebetulan apartemen kami terletak dipusat keramaian jadi cuma butuh 5 menit jalan kaki orang Berlin (karena kami Indonesia banget yang woles selalu dan menikmati tiap langkah maka butuh 10 menit :D) untuk sampai di restoran Turki yang kami tuju. Betul kata Pandji dalam salah satu bitnya kalau orang bule itu senang sama porsi jumbo. Kebab di restoran tersebut gedenya nauzubillah hampir seukuran lengan orang dewasa, sampe bego ngabisinnya. Belom lagi porsi half chicken roasted yang lebih mirip separuh badan kalkun, gueeedii rek klo kata orang Jawa Timur. Saya sendiri memesan donner kebab yang cuma bisa saya habiskan separuhnya, padahal tadinya saya sangat lapar. Oh ya, bedanya donner kebab dan kebab biasa itu kalau donner kebab memakai roti untuk bungkusnya, ya semacam burger dengan segala isi kebab biasa aja.

doner

donner kebab

kubidah

Kubideh

Kami memiliki 2 hari di Berlin. Jadi hanya ada 1 hari penuh untuk mengexplore kota Berlin, karena 1 hari lain kami hanya bisa menyisihkan ½ hari untuk jalan-jalan karena harus mempersiapkan show dimalam harinya. Ican (teman PPI Berlin) yang menjadi guide kami selama 2 hari ini, dia total sekali menjadi guide kami sampai bela-belain ga masuk kantor hehehe… Kami makan siang disebuah restoran Turki dan Persia untuk mencicipi menu yang menurut Ican bikin ketagihan banyak teman-teman dari Indonesia yang pernah mampir di Berlin. Menu tersebut adalah Kubideh, yaitu semacam olahan daging kambing atau sapi yang mirip sosis dan gepuk secara bersamaan, disajikan panas-panas bersama nasi dari beras basmati, mentega, salad, serbuk paprika dan sambal. Wuiiihhh… enaknya puoolll… Soal porsi ga usah ditanya lagi deh ukurannya… Kalau kebenaran lagi ke Berlin harus dicoba deh menu ini, untuk lokasinya tanya aja ke Ican.

Selesai isi bensin kami lanjut ke destinasi kami yang pertama hari itu The Herzog Albrecht Gedächtniskirche (jangankan untuk  menyebutnya, mengetiknya saja membuat saya kesulitan) atau Duke Albert Memorial Church. Gereja yang dibangun pada tahun 1911 (10 tahun setelah Gereja Katedral Jakarta dibangun) ini bergaya arsitektur Neo-Romanesque merupakan saksi bisu dari Perang Dunia I yang dimulai pada 28 Juli 1914. Perjalanan kami lanjutkan mengunjungi Gedung Reichstag tempat parlemen Kekaisaran Jerman bersidang. Gedung yang hanya terletak beberapa meter dari perbatasan Jerman Barat dan Timur ini sempat ditelantarkan oleh Nazi karena ibukota Jerman pindah ke Bonn dan gedung ini sebagian besar rusak  akibat Perang Dunia II. Kemudian pada 1956 Jerman memutuskan untuk merestorasi gedung ini namun harus menghancurkan kubah aslinya karena rusak parah. Dibagian depan gedung ini terdapat sebuah tulisan Dem Deutschen Volke yang artinya Kepada Rakyat Jerman.

volke

Gedung Reichstag

gereja

di depan The Herzog Albrecht Gedächtniskirche

mall berlin

Wittenberplatz

Tidak jauh dari Reichstag terdapat Brandenburger Tor yang merupakan salah satu simbol kota Berlin. Dahulunya Brandenburger Tor ini adalah gerbang untuk memasuki kota Berlin. Gerbang ini juga simbol dari unifikasi Jerman Barat dan Timur. Bergeser sedikit kami sampai di Monumen Holocaust dimana berdiri blok-blok beton besar berbagai ukuran tanpa simbol maupun tulisan. Monumen ini dibangun untuk menghormati 6 juta warga Yahudi yang menjadi korban kekejaman Nazi. Banyak yang bilang dengan berjalan  melintasi blok demi blok beton yang berdiri berjajar tersebut kita dapat merasakan perasaan getir dan kelam korban-korban tadi. Tapi begitu saya mencobanya sih saya tidak merasakan apa-apa :D. Terakhir kami melihat “cuilan” terakhir yang tersisa dari Tembok Berlin yang juga terletak tidak jauh dari Monumen Holocaust. Sisa-sisa tembok Berlin yang masih berdiri ini terletak dipusat bisnis dimana terdapat kedutaan, pusat bisnis dan perbelanjaan. Yang unik oleh-oleh khas dari Berlin adalah gantungan kunci dengan secuil serpihan Tembok Berlin (katanya sih..), makanya saya ga heran yang tersisa dari Tembok Berlin cuma beberapa meter saja karena sisanya habis dijadiin gantungan kunci XD. Puas berjalan-jalan, malam itu Pandji melakukan diskusi dengan teman-teman PPI Jerman tentang Indipreneur.

last wall standing

The Last Wall Standing

holocaust

Hollocaust Monument

H&M

H & M Winter Collection 2014 at Hauptbahnhof

bradenburger tor

Bradenburger Tor

It’s showtime!! Setelah sedikit berjalan-jalan untuk belanja, kami menuju Zentrum Fur Kunst Und Urbanistics (ZKU), venue Mesake Bangsaku World Tour edisi Jerman digelar. Dari luar saya melihat gedung ini seperti lokasi syuting The Walking Dead,

begitu masuk dan melihat auditorium yang terletak dibunker gedung saya pun makin yakin :D. ZKU sendiri memang gedung peninggalan perang dunia milik pemerintah kota yang dikelola oleh swasta dan dijadikan sebagai pusat pertunjukan seni dan budaya.

indipreneur

suasana diskusi Indipreneur

Ambience berbeda tentunya hadir, setelah mengunjungi 5 kota sebelumnya Pandji berpendapat venue kali ini paling asyik dan memancing semangatnya. Terbukti Pandji dan Awwe berhasil mengalahkan telak suhu 2⁰C malam itu dan berhasil menghangatkan 190 warga Indonesia di Jerman (karena ada beberapa yang datang dari luar Berlin) yang hadir terutama saya yang bahkan kepanasan karena berdiri tepat didepan penghangat ruangan :D. Walaupun sedikit terjadi kendala teknis, Pandji dan Awwe tetap bisa menjaga mood masing-masing dan pertunjukan berjalan sukses. Pandji sendiri tanpa sadar menghabiskan tepat 2 jam dipanggung walaupun beberapa bit terlewat. ZKU pecah malam itu! Selesai pertunjukan kami hanya punya waktu sebentar untuk packing dan beristirahat karena pesawat kami kembali ke Amsterdam take off jam 05.30 pagi. Pertunjukan di Amsterdam hanya berselang sehari setelah Berlin.

Terminus

ZKU.. Mirip The Terminus di The Walking Dead??

Kembali mendarat di Schipol kami langsung menuju apartemen Trisya dan disambut ibu kost kami yang lain Icha, housemate Trisya. Saya, Pandji, Awwe, Gamila, Pio dan Danis beristirahat sementara Ben dan Zaindra ke venue untuk melakukan final check. Venue di Amsterdam bernama Crea sebuah gedung kesenian yang terletak disekitar Universiteit Van Amsterdam. Open gate Mesake Bangsaku World Tour Amsterdam adalah jam 4 waktu setempat, 30 menit berselang venue sudah dipadati 150 orang warga Indonesia yang tinggal di Belanda, seperti halnya Berlin, yang hadir pun berasal dari beberapa kota diluar Amsterdam bahkan ada yang datang dari Düsseldorf Jerman! Tiket soldout, beberapa penonton bahkan rela membeli tiket tanpa tempat duduk. Bisa dibayangkan atmosfir di Crea malam itu. Tepat pukul 6 Awwe naik panggung dan BLAAARRR!!!! seisi Crea bergemuruh oleh tawa penonton. Awwe menjalankan tugasnya dengan baik, bagai appetizer yang sempurna bagi penonton sebelum menyantap main course. Setengah jam kemudian Pandji mengambil alih panggung saat penonton sudah dalam kondisi hangat akibat ulah Awwe. Pandji terlihat sangat nyaman malam itu, berhasil menjaga tempo, sesekali meriffing penonton dan melepaskan bit-bitnya dengan nyaris sempurna (karena kesempurnaan hanya milik Allah semata) tanpa ada yang terlewat. Dan dia benar-benar kelewatan malam itu, literally, 2 jam 15 menit dihabiskannya sebelum menyampaikan penutup dan turun panggung diiringi standing ovation dari seluruh penonton.

backstage

Backstage di ZKU…

hallowen

salah satu peserta Hallowen Marathon

Plong!! Itulah perasaan tim setelah sehari sebelumnya sukses di Berlin dan sehari kemudian Amsterdam. Jalan-jalan setelah pekerjaan selesai memang lebih menyenangkan karena sudah tidak ada beban lagi (tentu saja tidak untuk saya karena masih ada PR tulisan ini heheheee..). Malam itu selesai pertunjukan kami makan malam direstoran Pelangi. Ya, restoran yang terletak didaerah Rembrandtplein ini adalah salah satu dari hampir 100 restoran Indonesia yang terdapat di Amsterdam. Saat tiba di Rembrandtplein kebetulan sedang diadakan Halloween Marathon,

semacam karnaval dimana para pesertanya berlari dengan kostum hallowen. Setelah kenyang kami pun kembali ke apartemen Trisya dan membayar hutang tidur malam sebelumnya.

Saat bangun pagi, saya kaget karena walaupun jam sudah menunjukkan pukul 08.30 pagi tapi langit masih gelap, ternyata hari itu dimulainya Day Light Saving dan efeknya perbedaan waktu antara Amsterdam dan Jakarta yang tadinya 5 jam maka mulai hari itu menjadi 6 jam. Agak bingung juga sih, tapi saya yakin hari itu setiap orang Belanda bangun pagi hal pertama yang dilakukannya adalah memutar jam dinding di rumah masing-masih menjadi 1 jam lebih lambat :p. Kota Amsterdam sendiri sangat jauh berbeda dengan Berlin, menurut saya lebih nyeni aja gitu. Bangunan-bangunan tua bergaya Nieuwe Kunst, Art Deco dan Renaissance yang terawat dan tertata rapih tanpa ada coretan-coretan didindingnya, nyaris tidak ada bangunan bergaya modern, transportasi umum utamanya adalah trem dan metro. Pengendara sepeda dan pejalan kaki sangat dimanjakan disini seperti halnya di Berlin. Agenda pertama kami hari ini adalah canal tour¸kanal-kanal yang membelah kota Amsterdam ini dibangun pada abad 17 dan termasuk kedalam UNESCO World’s Heritage.

canal tour kanale kanale1

Awalnya kanal-kanal ini dibangun untuk mengatasi kurangnya lahan untuk pembangunan disebagian wilayah kota Amsterdam yang dulunya adalah laut, kanal dibangun untuk menyalurkan air dan menghindari banjir karena kota Amsterdam sebenarnya memiliki ketinggian dibawah permukaan laut. Jika kita melihat peta kota Amsterdam maka akan terlihat pembangunan kanal-kanal ini memiliki pola yang geometris. Selama 45 menit tour kita menyusuri lorong-lorong kanal yang bersih, deretan rumah khas Belanda yang unik serta berbagai bangunan monumental kota seperti parkiran sepeda terbesar didunia, Oude Kerk yaitu gereja tertua di Belanda, kapal dagang peninggalan VOC yang sudah dijadikan museum, Nemo Science Center yang berbentuk ikonik menyerupai kapal raksasa, rumah-rumah terapung penduduk Amsterdam dan bahkan rumah tersempit didunia yang cuma selebar 1 pintu, bukan seperti ruko 1 pintu tapi benar-benar bangunan 3 lantai dengan 1 pintu yang hanya berukuran 1 m. Kata Trisya canal tour sebenarnya ga menarik dan bakal bikin bosen ada benarnya, tapi bagi orang yang baru pertama kali ke Amsterdam sih layaklah buat dicoba apalagi buat orang Jakarta melihat kali yang bersih dan tidak bau saja sudah merupakan hal yang ajaib. Selesai dari kanal kami pun makan siang dikedai makanan Turki yang terkenal dikalangan mahasiswa Indonesia dengan menu Kap Salonnya. Sebenarnya menu ini adalah kebab tanpa dibalut kulitnya yang disajikan berlapis dengan french fries dilapisan terbawah kemudian diikuti irisan daging kebab, sayur-sayuran dan paling atas terdapat keju mozarella. Heeemmm.. Penasaran rasanya? Ada baiknya anda mencobanya kalau ada kesempatan ke Amsterdam.:)

Lanjuuut.. Kenyang, kami pun mengunjungi Museumplein dimana terdapat beberapa museum dan galeri seni, yang utama adalah Rijksmuseum yang sangking gedenya Reni sampai perlu waktu 3 hari untuk mengelilingi seisi museum. Sayang karena waktu yang terbatas kami tidak sempat masuk kedalamnya. Disekitar Rijksmuseum terdapat museum lain seperti museum berlian dan museum Van Gogh, seorang pelukis terbesar dalam sejarah seni eropa. Karya-karyanya termasuk karya seni terbaik dan paling mahal di dunia. Yang menarik semasa hidupnya Van Gogh mengalami depresi akut sampai-sampai memotong telinganya sendiri, karena merasa gila akhirnya ia menghabiskan sisa hidup di RS Jiwa St. Paul-de-Mausole Prancis. Selama dirawat disana ia tetap melukis. Menjelang malam kami bergeser ke daerah Dam Square dimana terdapat Royal Palace kediaman resmi Raja dan Ratu Kerjaan Belanda walaupun mereka tidak setiap waktu berada disana.

dam square

Royal Palace Dam Square

Uniknya Royal Palace ini tidak berpagar dan pintu utamanya bersinggungan langsung dengan pedestrian dimana banyak orang lalu-lalang, katanya sih itu simbol kedekatan yang tanpa jarak antara kerajaan dan rakyatnya. Mumpung sudah di Amsterdam kami pun mampir ke Red Light Distric yang tersohor itu, disini orang-orang dapat menemukan beberapa hal yang hanya dilegalkan dikawasan tersebut. Banyak tersebar stiker dilarang mengambil foto didaerah ini, mungkin artinya apa yang kami temui didistrik ini tidak bisa dibawa keluar jadi ya sudahlah ya..

Keesokan harinya kami berkunjung ke kota Leiden, sasaran kami adalah universitas tertua di Negeri Belanda yaitu Universiteit Leiden. Banyak mahasiswa asal Indonesia yang berkuliah di universitas ini, bahkan Sultan Hamengkubuwono IX dan Achmad Subarjo adalah alumnus universitas ini. Di kota dengan kepadatan penduduk 51/km₂ inilah dahulu AD/ART Perhimpunan Indonesia disusun. Tujuan utama kami adalah perpustakaan Universitas Leiden, The Asian Library at Leiden University yang pada 2018 akan menjadi perpustakan museum asia terbesar didunia dimana 50% isinya berisi tentang sejarah Indonesia, hebat ya Indonesia.

IMG-20141102-WA002

Bahkan ada kamus dialek Jakarta

IMG-20141102-WA001

Cianjuran euyyy

jurnal

Jurnal tentang Indonesia

dangdut

Dari Endank Soekamti sampai Trio Macan

rhoma

Bang Haji juga ada

Di perpustakan ini banyak terdapat manuskrip, kronik, bibliografi , kitab-kitab kuno dan jurnal Indonesia yang ditulis mulai tahun 1836 dan dibukukan pertahun! Contoh yang saya baca diceritakan tentang kejadian meletusnya Gunung Tangkuban Perahu pada tahun 1910. Pada jurnal tersebut diceritakan bagaimana kondisi Tangkuban Perahu pada saat terjadi letusan dan pasca letusan.

Saya sungguh terkagum-kagum dengan isi perpustakaan ini. Selain naskah-naskah kuno juga terdapat koran-koran dan majalah terbitan Indonesia seperti Tempo, Kompas, Suara Pembaruan, Gatra dan lain-lain dari edisi zaman baheula sampai edisi terbaru dengan Jokowi dan Prabowo mendominasi sampul depannya. Tidak pernah saya merasa sebetah ini berada disebuah perpustakaan tanpa ada niat PDKT ke seorang wanita :D. Sebenarnya sementara waktu perpustakaan ini khusus hanya untuk mahasiswa Universitas Leiden saja, tapi dengan bantuan pinjaman kartu mahasiswa teman-teman yang berkuliah disana kami pun bisa masuk, untungnya tidak ada pemeriksaan karena KTM yang saya gunakan dari seorang mahasiswi yang berhijab langsung ketawan kalau saya penyusup hehehee.. Selain perpustakaan yang menarik dari universitas ini adalah Botanical Gardennya. Disinilah pertama kali pengembangan bibit bunga tulip yang dibawa dari Turki dilakukan hingga akhirnya menyebar ke seantero Belanda dan menjadi bunga nasional. Selain bunga tulip tahukah anda tanaman lain yang menjadi primadona disini? Jawabannya adalah pohon pisang heheheee… tuh di kebun belakang rumah saya juga banyaaak.. Mendengar sejarah berdirinya universitas ini kembali mengingatkan saya akan bit Pandji tentang materi dan pendidikan. Universitas ini didirikan sebagai hadiah Kerajaan Netherland kepada warga kota Leiden. Saat itu kerajaan menawarkan pembebasan pajak selamanya kepada kota Leiden. Alih-alih menerima warga kota malah meminta didirikan sebuah perguruan tinggi sebagai gantinya. Luar biasa ya..

Karena keasyikan di Universitas Leiden, hari itu kami batal meneruskan perjalanan ke Den Haag, karena malamnya kami diundang Om Heidar (Omnya Trisya) untuk makan malam direstoran Indonesia miliknya yang bernama Sarinah Java Kitchen sehingga jam 5 sore kami harus sudah berada di Amsterdam yang berjarak 30 menit dengan kereta api dari Leiden. Kami janjian dengan Trisya dan Icha di Amsterdam Centraal untuk kemudian bersama-sama menuju restoran Om Heidar.

away team

Bertandang ke Amsterdam Arena

Hari terakhir sebelum kepulangan kami ke tanah air, kami ketiban durian runtuh. Om Heidar bersama temannya akan mengantarkan kami mengunjungi Amsterdam Arena, stadion yang menjadi kandang klub sepakbola Ajax Amsterdam. Kami juga ditaktir sarapan di IKEA yang terletak tidak jauh dari stadion. Puas berfoto-foto dan belanja merchandise kami pun kembali diantar ke pusat kota, diperjalanan Om Heidar mampir ke toko kelontong asia dan beliau membekali kami dengan 1 kardus Indomie rebus dan cabe rawit. Muantaaaap!!

IMG_20141028_150608

Cucur ala-ala Amsterdam

straat 2

Salah satu sudut kota Amsterdam

Siang itu kami berpencar masing-masing di kalverstraat, sebuah outdoor shopping area dengan jalanan bercon block. Sepanjang jalan ini banyak terdapat gerai-gerai brand menegah seperti H&M, Sacha, Uniqlo, Clarks, Nike, Adidas, Zara sampai yang kelas atas seperti Louis Vitton, Aigner, Channel dll. Kawasan ini bener-bener surganya shopaholic deh.. Eits jangan sedih, toko oleh-oleh dan souvenir yang serba €5 juga ada kok didaerah ini. Berpisah dari tim, saya dan Awwe dengan Icha sebagai guide mampir ke Amsterdam Cheese Company, semacam Kartika Sari ala-ala Amsterdam. Disini menjual bermacam-macam keju dari susu kambing dan sapi, ada smoke cheese, paprika, wasabi, blackpepper, pistachio dan masih banyak lagi. Enaknya kita bisa mencicipi semua keju-keju tadi sambil dijelaskan seluk-beluknya, kalo bisa Awwe  malah mau minta nasi buat lawan makan kejunya :D. Setelah masuk beberapa toko sambil berjalan, kami bertiga mencium harum kue cucur. Lhaa?!? Masa di Amsterdam ada yang jualan kue cucur sih?? Kami pun masuk ke salah satu toko asal harum kue cucur tadi, penjualnya 2 orang noni-noni muda Belanda dan ternyata mereka menjual semacam cake cokelat dengan isi cokelat putih didalamnya. Karena penasaran kami membeli untuk mencicipinya,bentuknya memang mirip kue cucur rasanya cokelat bangeet dan lumer dimulut belum lagi begitu gigitan kita kena cokelat putihnya wuiiiih… top markotop!! Selesai kegiatan belanja-belanjanya kami pun kembali ke apartemen untuk packing barang bawaan masing-masing. Dan semua koper pun full. Sepertinya kami benar-benar memanfaatkan jatah 30kg bagasi yang diberikan Garuda Indonesia. Ga mau rugi abeeeessss!!! Beres packing, malam terakhir di Amsterdam kami habiskan untuk bermain kartu werewolf bersama 2 orang ibu kost kami.

Sebenarnya saya masih betah di Amsterdam, tapi disisi lain saya juga teringat tanggung jawab akan pekerjaan di Jakarta (sebenernya lebih karena bulan tua dan gaji belum masuk). Kerinduan terhadap Indonesia langsung terobati begitu saya memasuki penerbangan GA 089. Keramahan cabin crew yang khas Indonesia serta lagu-lagu yang berasal dari album The Sounds of Indonesia macam Manuk Dadali, Rasa Sayange, Ampar-ampar Pisang dll benar-benar membuat saya benar-benar merasa sudah di rumah.

Saya merasa sangat beruntung bisa mengikuti Mesake Bangsaku World Tour Pandji yang disponsori Garuda Indonesia. Apalagi mendapatkan destinasi Amsterdam dan Berlin, 2 kota yang menjadi pusat sejarah Eropa. Karakteristik Amsterdam dan Berlin sangatlah berbeda, walaupun terdapat kesamaan dibeberapa sisi. Keduanya adalah tipikal kota-kota negara maju dimana fasilitas publiknya sangat baik, pedestrian yang nyaman untuk pejalan kaki juga tersedia lajur untuk pengendara sepeda. Sedangkan yang berbeda seperti yang saya sampaikan diatas Amsterdam kotanya lebih berseni, disini saya banyak melihat jenis-jenis arsitektur klasik pada tiap bangunannya. Sementara di Berlin tidak seberagam dan sebanyak Amsterdam tetapi saya seperti kembali membuka buku sejarah dunia karena banyak terdapat bangunan-bangunan monumental yang erat kaitannya dengan perkembangan sejarah Eropa. Karakter mahasiswa Indonesia yang ada di 2 kota tersebut pun sangat berbeda, bahkan kita dapat mudah membedakannya. Kalau saya analogikan teman-teman mahasiswa Indonesia yang ada di Berlin adalah coffee shop dimana kita dapat bersantai dan berkumpul untuk sekedar hang out bersama teman-teman sampai dengan larut malam, sementara teman-teman di Amsterdam layaknya sebuah retoran fine dinning yang menawarkan menu-menu yang lezat dan lengkap. Ahhh betapa beruntungnya saya…

Kita harus memberikan apresiasi khusus kepada Garuda Indonesia yang mendukung dan mensponsori Pandji sehingga Mesake Bangsaku World Tour dapat terwujud, hal yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Momen yang tepat antara keduanya adalah hal utama yang akhirnya berujung pada kerjasama antara keduanya bisa terjalin. Pangsa pasar Garuda Indonesia diluar negeri menurut saya terbagi 2 yaitu wisatawan dan pebisnis asing, yang kedua adalah masyarakat Indonesia yang berada di luar negeri. Pemilihan brand Pandji saya rasa sangat tepat untuk menyasar pasar yang ke 2. Pandji yang sudah dikenal dengan bermacam-macam karyanya ini, melalui Mesake Bangsaku World Tour ini dapat mengobati kerinduan, mengingatkan kembali serta memberikan nostalgia tersendiri akan Tanah Air bagi para warga Indonesia yang tinggal diluar sana, beberapa bahkan sudah sewindu tidak pulang ke Indonesia. Walaupun begitu mereka tetap familiar dengan bit-bit Pandji yang Indonesia bangeet. Pada setiap akhir pertunjukannya Pandji selalu menyampaikan “Jika anda ingin hidup enak dan nyaman disinilah tempatnya, tetapi jika anda ingin hidup yang berdampak maka Indonesia adalah tempatnya. Tanah Air tempat kita lahir, tumpah darah sampai akhir kita menutup mata. Dimana pun kita berada darah yang mengalir ditiap nadi kita merupakan darah merah Indonesia. Jadi senyaman apapun kehidupan anda disini, pulanglah.. Saudara-saudara kita di Tanah Air banyak yang membutuhkan bantuan kita. Bantulah bangun negeri ini, negeri ini butuh tenaga anda.” (menuliskannya kembali pun membuat jemari dan perasaan saya bergetar karena haru)

Bagi saya sendiri perjalanan ini pun meninggalkan jejak tersendiri. Mengunjungi suatu negara yang jauh berbeda dari negara sendiri, mengenali lingkungannya, masyarakatnya, bertemu dengan teman-teman dan warga Indonesia yang berada disana membuat kesan yang mendalam bagi saya pribadi. Jujur suatu saat saya ingin kembali lagi ke Benua Biru ini bukan sekedar untuk liburan biasa tentunya, entah itu kembali sebagai seorang pemenang lomba menulis lagi atau bahkan sebagai peraih beasiswa, hal-hal yang dapat memberikan pengembangan bagi pribadi saya sendiri sehingga dapat menjadi manusia yang lebih berdampak bagi sekitarnya.

Kadang dalam suatu perjalanan bukan hanya tentang kemana kita akan pergi, tetapi dengan siapa kita pergi yang akan lebih memberi arti.

Terima kasih Garuda Indonesia…

Terima kasih Pandji dan tim…

Terima kasih teman-teman PPI Amsterdam dan Berlin…

Tragedi Batam

Tiket promo, siapa yang engga ngiler dengan penawaran yang 1 ini. “Beli dulu urusan kapannya bisa diatur belakangan, mumpung murah ini” biasanya itu yang terlintas dipikiran kebanyakan orang dengan jiwa traveller tapi budget pas-pasan macam saya dan 2 orang sahabat saya sebut saja Hendrik & Jonathan (nama sebenarnya) begitu melihat penawaran tiket promo di website sebuah maskapai. Kami bersahabat sejak 12 tahun silam. Suatu hari tergiur tiket promo (bener-bener promo) yang ditawarkan oleh sebuah budget airlines negeri jiran, tanpa pikir panjang malam itu dimedio 2009 kami langsung issued tiket return dengan rute CGK – BTH. Target rute awal kami sebenarnya CGK – SIN tapi terkendala karena masing-masing kami belum ada yang memiliki paspor. Batam pun menjadi jalur alternatif kami untuk masuk ke Singapura. Tipikal tiket promo kebanyakan, rentang waktu antara issued tiket dan tanggal keberangkatan minimal 3 bulan. Good news bagi kami karena memiliki waktu yang cukup panjang untuk membuat paspor.

Seminggu menjelang tanggal keberangkatan sesuai yang tertera ditiket, dari kami bertiga baru saya yang secara de facto & de jure memiliki paspor. Jo masih main kucing-kucingan dengan calo yang mengurus perpanjangan KTPnya. Hendrik ga lebih baik, semua persyaratan administrasi untuk pembuatan paspornya sedang dalam perjalan titipan kilat dari Binjai ke Jakarta. PERFECT!! 1 hal yang harus diingat para pemegang tiket promo, jangan pernah berpikir untuk mereschedule tiket anda karena itu sama artinya membeli tiket baru dengan harga normal. Membatalkan perjalanan pun rasanya berat, selain sudah mempersiapkan segalanya dari jauh hari kecuali paspor (how ironic?). Pun perjalanan kami kali ini didukung promosi yang masif dari mulut ke mulut orang-orang terdekat, betapa berat pun opsi pertama jelas yang lebih kami pilih alih-alih batal sama sekali. Tapi tiba-tiba secercah harapan muncul. Hendrik mendapat info entah dari mana kalau ke Singapur via Batam cuma perlu KTP untuk perjalanan pulang-pergi dihari yang sama. Harapan dikala asa memudar memang kadang bisa membutakan siapa saja. Saya dan Jo pun tidak berpikir untuk mengcross check kebenarannya, mungkin alam bawah sadar kami berdua  ga bisa menerima kalau info tersebut ternyata ga valid jadi kami lebih memilih untuk mempercayai begitu saja haahahaa.. Saya, Hendrik dan Jo pun akhirnya sepakat untuk menginap di Batam dan pulang-pergi Batam – Singapur selama 3 hari.

H-1 saya menerima sms dari airlines yang mengabarkan kalau penerbangan kami delay 3,5 jam dari jadwal semestinya. Sempat terbesit dibenak saya “pertanda apa lagi ini?” tapi Hendrik dengan bijaknya mengatakan bahwa itu pertanda besok kami tidak usah bangun pagi buta untuk mengejar first flight, CERDAS! 1,5 jam sebelum boarding saya dan Hendrik sudah ngopi-ngopi ganteng di Terminal 3 Soetta, Jo menyusul 1 jam kemudian yang mengakibatkan inbox hpnya dipenuhi sms berisi sumpah serapah dari saya dan Hendrik tentunya.

Sampai hari itu kami tidak pernah berpikir, lebih tepatnya mengabaikan kemungkinan tidak validnya info dari Hendrik. Kami pun tidak memiliki plan B untuk antisipasi hal tersebut. Maka saat mendarat di Hang Nadim International Airport Batam pun kami tetap ceria tanpa ketakuan apa pun. Layaknya orang yang mau berlibur, kami pun berhahahihi sejak bertemu di Soetta walaupun diawali sedikit caci maki untuk Jo. Tawa kami segera menjadi kelu tidak lama setelah tiba dicountertiket  Batam Fast. Awalnya semua masih lancar, kami sempat dikira anak SMA yang sedang berlibur oleh mbak-mbak yang jaga counter (selanjutnya kita sebut mbak C). Jo dan Hendrik yang ge’er malah sempat-sempatnya pamer almamater kampusnya (kampus negeri dengan akronim hanya dua huruf) dalam usaha tebar pesona ke si mbak C tadi. Sampai akhirnya si mbak C meminta paspor kami sebagai syarat pembelian tiket Batam Fast ke Singapur. Setelah saya menyerahkan paspor saya menyusul Jo dan Hendrik kemudian yang dengan polosnya bak bayi tanpa dosa yang baru terlahir ke dunia menyerahkan masing-masing KTP mereka ke mbak C tadi. Si mbak C sempet bingung beberapa saat menghadapi kejadian yang mungkin ga masuk logikanya. Sesaat kemudian dia berkata “maaf mas, ini KTP. Yang saya maksud paspor itu yang seperti ini (nenek-nenek hang over juga tau)” sambil menunjuk paspor saya. DEG! Air muka kami bertiga langsung berubah. “Oo iya mbak, kan kita cuma 1 hari di Singapurnya nanti malem kan udah balik lagi. Kalau gitu bisa kan Cuma pake KTP aja?” Jo mulai kambuh sotoynya. “Iya mbak, kata saudara saya bisa gitu kok” Hendrik mengeksekusi umpan lambung dari Jo. “Setau saya, sejak saya lahir disini ga bisa mas nyeberang ke Singapur pake KTP doank. Belum pernah ada sejarahnya” tepis si mbak C seraya melakuan counter attack langsung ke jantung pertahanan kami. Seketika luntur kebanggaan Jo dan Hendrik telah memamerkan almamaternya. Saya tercekat dan sesaat mendadak tuli, bumi serasa berputar (iya deh.. iyaa). Jo dan Hendrik yang masih ga percaya masih nyoba nego si mbak C. Saya curiga mereka pun mengeluarkan KTM dari kampusnya buat pengganti paspor (maksud ngana?!?!). Usaha mereka sia-sia, mereka pun tau itu sia-sia kecuali mau pulang ke Jakarta dengan direcrt fligt dari Changi  karena dideportasi. Mungkin sejak hari itu jumlah pelajar dari Batam yang berminat kuliah dikampus Jo dan Hendrik menurut drastis akibat kelakuan mereka tadi. Karena saya yakin si mbak C tadi bakal cerita keorang-orang terdekatnya kalo ternyata anak kampus ** ga bisa bedain mana paspor mana KTP. Konon kabar ini cepat menyebar dari mulut ke mulut diseantero Batam dan sekitarnya.

Kembali ke kami bertiga yang sedang lesu darah disuatu sudut Bandara Hang Nadim. Pengen rasanya saat itujuga saya mengeuthanasia ke 2 orang sahabat saya tadi. Apa yang akan terjadi di ibu kota kalau tau kami tidak jadi ke Singapur karena nekat modal KTP. Aib! Hahahaha… Akhirnya saat itu kami sepakat untuk menutup rapat kisah ini dan menjadikan kejadian ini rahasian kami berempat (kami bertiga ditambah mbak c tadi (tapi terlambat, mbak c sudah cerita keorang-orang terdekatnya (ya sudahlah))). Alibi pun kami buat sehingga 3 hari kedepan saat mendarat kembali di Jakarta cerita yang ada adalah kami berhasil sampai di kota yang didirikan Sir Thomas Stamford Bingley Raffles tersebut. Mengobati kekecewaan kami pun membooking kamar disebuah hotel bintang 4 didaerah Nagoya melalui jasa travel agent (waktu itu kami belum akrab dengan Agoda dkk). Karena kami budget traveller yang gaya-gayaan nginep dihotel berbintang, maka ga heran kalau kamar yang kami pesan cuma 1 dan itu pun sudah sedikit diatas plafon sebenarnya. Oleh travel agent kami sudah diajarin cara untuk mengelabui pihak hotel, sehingga tidak dikenakan charge tambahan untuk extra bed. Kami langsung menuju pusat kota Batam yang berjarak sekitar 40 menit dari Hang Nadim dengan menggunakan taksi yang saat itu masih banyak menggunakan sedan-sedan full modifikasi. Sesampainya di hotel saya langsung menuju resepsionis, sesuai saran travel agent tadi kami harus meyakinkan pihak hotel bahwa hanya 2 dari kami yang menginap sedangkan 1 lagi hanya mengantar saja. Disinilah masalah selanjutnya bermula. Entah karena jetlag atau kenapa tiba-tiba kembali dengan sotoynya si Jo nanya “Terus untuk breakfastnya besok bisa buat 3 orangkan mbak?” krik krik krik krik… Bisa ditebak apa yang terjadi selanjutnya. Kedok kami terbongkar dan kami dikenakan sanksi berupa charge tambahan yang hampir 50% harga kamar untuk extra bed. Semakin saya ga bisa menahan hasrat untuk menyuntik mati sahabat tercinta saya yang 1 ini. Akibat kesotoyan Jo tadi otomatis makin nomboklah kami bertiga. WHAT A GREAT VACATION! 2 hari pertama pun kami hanya berputar-putar disekitaran Nagoya. Kami menemukan sebuah supermarket yang menjual oleh-oleh ala Singapur dari mulai kaos, gantungan kunci, asbak dll. Matahari mulai menunjukan sinarnya setelah dihadang awan mendung. Sempurnalah alibi kami, seragam kami pun akan menjawab bahwa kamera kami rusak ketika ada menanyakan dokumentasi perjalanan kami di Singapura yang tentu saja tak pernah ada. Setelah melalui proses audit diketahui bahwa biaya akomodasi kami sudah jauh melebihi plafon. Akhirnya kami pun membatalkan pesanan menjadi hanya 2 malam. Malam ketiga kami berencana untuk bersilaturahmi ke rumah saudara si Hendrik yang berada sedikit diluar kota Batam. Hendrik sendiri baru saat itu menyadari kalau punya saudara di Batam. Hahahaa…

Sempat kembali terjadi kehebohan dihari ke 2. Saat sedang sarapan dihotel ga sengaja Jo ketemu temen sekampusnya yang sudah kerja dan lagi dinas di Batam. Teman si Jo tadi pun bercerita kalau dia kemarin baru saja membeli BB 5820 klo ga salah (BB baru happening waktu itu) cuma seharga 2 juta di Lucky Plaza. Lebih murah 65% dari harga di Jakarta. Setelah melihat langsung barang yang dimaksud, saya , Jo dan Hendrik pun segera bergerak layaknya sales asuransi meneliti dan mencari calon pembeli potensial. Margin keuntungan yang tipis sudah kami perhitungkan. Saya sendiri berhasil mendapat 10 orang tertarik buat nitip yang sama artinya saya tinggal nambahin sedikit budget untuk beli BB tadi buat saya sendiri. Dana pun ga lama sudah ditransfer masing-masing nasabah ke rekening saya. Buru-buru kami kembali ke kamar untuk mandi dan bersiap merambah Lucky Plaza segera sesaat setelah buka. Malang tak dapat ditolak, untuk tak bisa diraih. Hampir semua toko yang ada di Lucky Plaza kami datangi tapi ga ada 1 pun yang menjual barang yang kami cari dikisaran 2 juta, bahkan 3 juta. Rata menawarkan dengan harga 3,9 – 4 juta, cuma lebih murah 400 ribu dari yang ada di Jakarta. DHUAAAARRR!!! Dengan alasan yang dikarang sedemikian rupa, uang-uang nasabah pun kami kembalikan utuh 1 per satu. #HUUFFTTTB6DDD!!! Untung sampai detik terakhir di Batam saya ga ketemu lagi sama temen Jo tadi. Kalau sampai ketemu mungkin Jo dan Hendrik akan memeganginnya dan saya yang akan mengeksekusinya.

Kami kembali ke Jakarta dengan koper yang dipenuhin oleh-oleh ala Singapura. Sampai sekarang cerita ini selalu berhasil membuat kami tertawa terbahak-bahak saat bertemu. Kami baru menceritakannya ke orang lain beberapa tahun belakangan ini dan rata-rata reaksinya hampir sama, tertawa sampai hampir menitikkan air mata. Tidak sampai 6 bulan setelah tragedi Batam, kami bertiga benar-benar berhasil ke mendarat di Changi International Airport (tentunya dengan tiket promo) dengan paspor masing-masing ditangan.

Tapi ternyata rumor tentang ke Singapur dengan KTP via Batam masih kami temui. Pernah kami iseng browsing dan dibeberapa forum masih ada yang nginfoin seperti itu. Mungkin mereka barisan sakit hati yang ga rela kecele sendiri. Hahahaha.. Faktanya ke Singapura via Batam cuma pake KTP itu terjadi di era 60an, sebelum terjadi konfrontasi dengan Singapura, saat itu pelabuhan untuk ke Singapura cuma lewat Pulau Sambu, Batam. Kenapa bisa begitu? sebab pekerja minyak yg ada di pulau sambu dengang pulau bukom Singapura dibawah perusahaan yang sama.

Kadang dalam suatu perjalanan, bukan apa dan kemana yang membuatnya menarik. Tetapi dengan siapa, yang membuat suatu perjalanan lebih menarik. Dengan 2 sahabat saya tadi, sampai umur berapa pun sulit rasanya menolak berpetualang kembali dengan mereka. Tentu saja selama budgetnya tersedia.. :))

 

The Real Paradise Island.. Lombok…

Pertengahan Desember, tepatnya tanggal 17 s.d. 19 Desember 2013 saya mendapatkan dinas ke Provinsi Nusa Tenggara Barat dari kantor. Jadwal pun sudah diatur, dan seperti biasa kalau memungkinkan dan mendapat izin dari kantor saya selalu extend 1-2 untuk menjelajah dikota tujuan saya. Apalagi kali ini tujuan saya Lombok dan ini untuk pertama kalinya saya kesana, ada euforia tersendiri tentunya.

Image

Maldives?? Jelaaass bukaan… 😀

Senggigi dan Gili Trawangan pun sudah saya masukkan kedaftar tujuan saya nanti hehehe.. Tadinya saya ingin sekalian menghabiskan weekend disana, tapi karena bertepatan dengan Stand Up Show Mesake Bangsakunya Pandji tanggal 21 Desember, saya pun lebih memilih pulang lebih awal ke Jakarta.

Image

Tiket dan GFF adalah kombinasi yang sempurna.. hehehee

Hari itu saya berangkat dengan penerbangan Garuda Indonesia GA 432 jam 18.10 WIB dari Soekarno-Hatta. Kekhawatiran sempat muncul karena sampai jam 2 siang saya masih harus membereskan kerjaan dikantor.Untungnya Garuda Indonesia menyediakan layanan web check-in , layanan ini sangat membantu terutama disaat-saat mepet.

Untungnya Garuda Indonesia menyediakan layanan web check-in , layanan ini sangat membantu terutama disaat-saat mepet.

Saya pun tiba di boarding room tepat pada saat akan boarding. Fffiiiuuh.. Kebayang kalau layanan web check in tadi tidak tersedia, begitu sampai bandara saya masih harus antri di counter check in dan kemungkinan saya akan terlambat. Perjalanan Jakarta – Lombok yang ditempuh dalam waktu 2 jam 5 menit pun terasa sebentar karena saya sangat menikmati penerbangan ini. Menu makanan yang disajikan, keramahan cabin crew dan in-flight entertainment yang disediakan membuat saya betah selama penerbangan. Sebenarnya yang sangat saya gemari adalah Majalah Colours, inflight magazine yang disediakan disemua penerbangan Garuda Indonesia. Isinya sangat menarik, seperti ga berhenti memberi bahan bakar kepada rasa penasaran kita untuk menjelajah keberbagai tujuan, terutama tujuan domestiknya.

Isinya sangat menarik, seperti ga berhenti memberi bahan bakar kepada rasa penasaran kita untuk menjelajah keberbagai tujuan, terutama tujuan domestiknya.

Jam tangan saya menunjukan pukul 21.15 saat saya melangkah keluar terminal kedatangan Bandara Internasional Lombok Praya yang merupakan bandara baru menggantikan bandara sebelumnya, Selaparang. Bandara baru ini arsitekturnya sangat modern layaknya Bandara Juanda dan Bandara Sultan Hasanuddin namun lebih kecil. Transportasi dari bandara menuju kota Mataram ternyata sangat mudah, tersedia anguktan bus umum dan taksi dengan tarif menggunakan argo layaknya di Soekarno-Hatta, jadi kita ga perlu khawatir tawar menawar atau ditipu.
Tadinya saya pikir Mataram tidak jauh berbeda dengan Denpasar, ternyata saya salah. Kota yang dijuluki Kota Seribu Mesjid ini sangat tenang dan teratur, angkutan umumnya pun banyak tersedia. Bahkan dikota ini pada saat jam masuk dan pulang kerja pun kita tidak menemuin kemacetan sama sekali, nyamannya kota ini… Dihari ke 3 kerjaan pun selesai tepat waktu, malam itu saya langsung meluncur kedaerah Senggigi yang dapat ditempuh hanya 45 menit dengan mobil dari Mataram. Lantunan lagu-lagu slow rock pun terdengar saat saya tiba didaerah Senggigi, setiap malam memang cafe-cafe disepanjang jalan Senggigi ini mengibur pengunjungnya dengan live music. Berbeda dari Kuta di Bali dengan segala hiruk pikuknya, daerah Senggigi ini jauh lebih tenang dan teratur. Malam itu ga terasa saya menghabiskan hampir 4 jam untuk makan malam dan menikmati suasana sambil sesekali ikut bernyanyi saat tembang favorit saya dimainkan oleh home band cafe tersebut.
Keesokan paginya bergegas saya menuju Pelabuhan Bangsal untuk menuju Gili Trawangan. Setelah hampir 2 jam berkendara akhirnya saya tiba juga dipintu yang menghubungkan antara daratan Lombok dengan 3 buah Gili, Trawangan, Meno dan Air. Gili Trawangan menjadi tujuan saya karena pulau tersebut yang paling ramai dari 2 lainnya. Dari pelabuhan bangsal menuju Gili Trawangan memakan waktu 45 menit, ongkosnya pun sangat murah hanya Rp 15.000/penumpang.

Image

Touchdown Gili Trawangan..

Sampai di Gili Trawangan ada 1 hal yang mengganjal ditelinga saya, saya tidak mendengar suara kendaraan bermotor. Ternyata memang di pulau ini kendaraan bermotor tidak diperbolehkan, jadi selain berjalan kaki, bersepeda adalah pilihannya. Sedangkan untuk kendaraan umum tersedia cidomo, sejenis andong atau kereta kuda. Jalanan utamanya pun hanya pasir pantai. Untuk penginapan dan urusan perut kita tidak perlu khawatir, sepanjang pantai pulau ini tersedia penginapan dan restoran/cafe dengan bermacam-macam harga, mayoritas sangat terjangkau. Malah menurut saya relatif sangat murah untuk daerah wisata dimana kebanyakan pengunjungnya adalah turis internasional. Banyangin, 1 butir buah kelapa muda segar saja cukup dihargai dengan Rp 5.000,- .

Image

Pantai 5 langkah.. hehehee.. Restoran hotel tempat saya menginap..

Kalau ingin berkeliling pulau kita bisa menyewa sepeda. Pulau ini dapat dikelilingi sambil santai bersepeda dalam waktu 1,5 jam.
Waktu yang terbaik adalah pagi dan sore hari saat matahari terbit dan terbenam. Selain berjemur dan berenang dipantainya yang bersih, kita pun bisa menikmati keindahan bawah laut dengan snorkeling dan diving yang banyak disediakan operator lokal. Malam harinya resto cafe menyediakan hiburan live music dengan bermacam aliran musik, dari mulai slow rock, pop, reggae sampai house music dan ada pula yang menyediakan tayangan film dengan menggunakan giant screen ala layar tancap (seru sih ini.. :D). Beberapa cafe/resto menawarkan suasana yang lebih tenang dan romantis. Menurut saya Gili Trawangan adalah Paradise Island yang sebenarnya, jauh dari polusi udara, suara maupun cahaya. Pulau ini sangat cocok buat kita melarikan diri dari rutinitas dan kesemerawutan kota besar.

Image

The Art Of Doing Nothin’.. Leyeh-leyeh…

Disini kita bisa hanya duduk-duduk seharian dipantai sambil membaca buku, mendengarkan musik atau bahkan sekedar leyeh-leyeh sepanjang hari kemudian menikmati langit yang bertabur bintang dimalam harinya. Paling tepatnya sih ke pulau ini bersama pasangan, suasananya sangat romantis. Dengan segala kemudahan mencapainya, biaya hidup yang terjangkau serta ketenangan diatas maupun dibawah airnya, pulau ini saya anjurkan untuk berada didaftar teratas destinasi liburan anda. O iya, jangan sekali-kali berpikir untuk melakukan kejahatan dipulau ini, karena selain sanksi sesuai undang-undang yang berlaku, ada sanksi tambahan yaitu dilarang untuk masuk ke pulau ini selama 5 tahun. Hehehehe..

Dengan segala kemudahan mencapainya, biaya hidup yang terjangkau serta ketenangan diatas maupun dibawah airnya, pulau ini saya anjurkan untuk berada didaftar teratas destinasi liburan anda

Dikarenakan ingin tiba di venue Mesake Bangsaku lebih awal maka saya mereschedule penerbangan saya dari siang ke penerbangan yang lebih pagi. Lagi-lagi, dengan layanannya Garuda sangat memanjakan para penumpangnya. Saya cukup menghubungi call center Garuda di 021-2351 9999 untuk mere-schedule penerbangan saya, praktis dan ga ribet. Dan tentu saja dengan penerbangannya yang tepat waktu saya pun bisa kembali ke Jakarta sesuai dengan yang saya perkirakan, kadang hal ini bisa terasa sangat berharga.
Untuk kuliner selama di Lombok, ada beberapa yang saya rekomendasikan :
• Warung Sate Sapi Rembiga, terletak di daerah rembiga dekat bandara selaparang. Sate ini hampir mirip sate maranggi tapi yang membedakan ada yang menggunakan tulang muda (selama ga kehabisan hehehe). Sangat layak untuk dicoba.
• Restoran Istana Rasa, yang khas dari restoran ini adalah sop buntutnya. Bahkan menurut beberapa orang, sop buntut di restoran ini lebih enak dari sop buntut yang otentik dari sebuah restoran hotel berbintang di Jakarta. Menurut saya memang juara sih!
• Ayam Taliwang, mungkin di Jakarta sudah banyak restoran yang menyajikan menu ayam taliwang. Tapi tetap saja ada yang kurang rasanya kalau ke Lombok tapi tidak menyempatkan mecoba kuliner asli pulau ini.
• Pelecing kangkung, sama seperti ayam taliwang di Jakarta pun sudah banyak yang menawarkan menu ini tetapi pelecing kangkung Lombok punya rasa berbeda. Ini dikarenakan kangkung yang digunakan adalah kangkung asli Lombok yang berbeda dengan kangkung lainnya yang biasa kita temukan. Malah menurut saya kangkung lombok ibaratnya adalah wagyunya ras kangkung.. hehehe.. dibeberapa tempat dijual kangkung Lombok mentah yang sudah dikemas sedemikian rupa untuk dijadikan oleh-oleh.
• Es krim gelato dan banana smoothies Gili Trawangan, banyak ditemuin di cafe dan resto di Gili Trawangan.
• Pasar Gili Trawangan, dimalam hari banyak pedagang kaki lima yang menawarkan hidangan laut nan segar dengan rasa bintang lima dan harga kaki lima (yang terakhir sebenarnya pertimbangan utamanya XD).

Di Mesake Bangsaku sendiri, bit dari Pandji yang sangat berkesan buat saya adalah bit tentang difabel. Hal yang sebenarnya sangat nyata dan dekat dengan kita tapi kurang menjadi perhatian kita. Entah kebetulan atau tidak, 3 bulan kemudian kita bisa membaca dibeberapa media bahwa bahwa akhirnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menghapuskan syarat diskriminatif difabel untuk mengikuti SNMPTN. Ini membuktikan bahwa apa yang disampaikan Pandji bukan hanya sekedar jokes semata

Ini membuktikan bahwa apa yang disampaikan Pandji bukan hanya sekedar jokes semata.

Saya pun menjadi lebih aware terhadap isu ini. Selama ini saya bukannya tidak tahu, tapi memang saya kurang peka. Mungkin sekarang saatnya kita semua harus mulai lebih peka terhadap saudara-saudara kita penyandang difabel ini. Bisa kita lakukan dari hal-hal terkecil seperti tidak menyerobot kursi yang disediakan untuk mereka diangkutan umum. Hal yang terdengar remeh tapi sering kita temui sehari-hari. Buat apa memiliki tubuh sempurna kalau membantu sesama pun sulit. Karena toh sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama bukan??

Buat apa memiliki tubuh sempurna kalau membantu sesama pun sulit. Karena toh sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesama bukan??

Buat yang belum sempat menonton Stand Up Special Pandji, sekarang sudah tersedia bentuk digitalnya di http://www.wysdnshop.com . Dari pengalaman saya membeli digital download Mesake Bangsaku, Bhineka Tunggal Tawa dan Merdeka Dalam Bercanda proses pembeliannya sangat mudah dan cepat, sepertinya Pandji ga mau kalah dengan Garuda Indonesia dalam memanjakan customernya. Saluuuut!

Image

Garudaaa Indonesiaaa… Kebanggan bersama yang slalu kitaa belaaa… 🙂